Usaha pemberantasan korupsi yang semakin gencar tidak hanya ditargetkan mengembalikan uang negara tapi juga bisa jadi semacam shock therapy agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Gemuruh penegakan tindak pidana korupsi telah berhasil menyeret mulai dari kepala desa sampai anggota DPR. Upaya ini sedikit banyak berhasil membuat keder aparat pemerintah untuk melakukan korupsi kecuali tentu bagi mereka yang pengin mencoba seragam tahanan rancangan distro-nya KPK.
Kalo dulu rasanya ditempatkan di posisi “basah” dianggap sebagai berkah karena orientasinya hanya tentang banyaknya jumlah uang yang mengalir untuk diatur,memang sampai sekarang tetap saja lengket sebagai berkah tapi sekarang posisinya sangat mudah berbalik dalam sekejap dari berkah berganti menjadi musibah.
Salah satu posisi yang dianggap basah juga tanggung jawabnya yang besar adalah pimpinan proyek atau Pimpro. Dengan tanggung jawab yang besar untuk diemban dalam menjalankan proyek, posisinya sangat rawan. Salah sedikit saja bisa-bisa seorang Pimpro mendapat dakwaan Mark-up, Korupsi kasta tertinggi di daerah karena menurut data KPK 80% dari kasus korupsi di daerah terkait dengan pengadaan barang dan jasa. kondisi seperti ini membuat seorang Pimpro kadang takut mengambil keputusan.
Ketakutan pimpinan proyek di instansi pemerintah dalam mencairkan anggaran ditengarai sebagai salah satu penyebab rendahnya realisasi belanja Negara. Padahal, setiap Instansi pemerintah memiliki kuasa pengguna anggaran. Realisasi Penyerapan anggaran hingga 31 Juli pun akhirnya cuma Rp 452,1 triliun atau 45,6%.
Begitu juga yang terjadi di daerah, Dinas-dinas di daerah ragu dalam menjalankan programnya karena gerakan hukum yang gencar dalam mengusut para koruptor. Akhirnya pun realisasi APBD jadi ikutan rendah.
Terlambatnya pengesahan APBD juga menjadi alasan lain kenapa Pimpro enggan segera mengeksekusi Proyek atau belanja modalnya. Saat pengesahan APBD masih molor program daerah pun terkena imbasnya. akibatnya, tidak ada yang berani menjalankan proyek dia awal tahun ditengah molornya pengesahan APBD.
Saat ini semua anggaran untuk pembangunan di-drop langsung ke daerah entah ada proyeknya atau tidak. Konskuensinya jika dibiarkan terlalu lama di daerah, bisa saja dana tsb kabur ke luar negeri atau ngendon di SBI.
itu uang semua ya? 😯
lho sri mulyani kok tahun kemaren kaget…. penggunaan anggaran kok mak wussss…
eh ada berita gila tuh dari pandeglang, sebulan uang utang dari bank jabar ludes….
BTW perlu dilihat sih mana yang bener2 korupsi mana yang kesalahan prosedur…. tapi jan mumet tenan
😀
hukum potong tangan apa panung ya yang pantes…..?
hukum potong tangan apa pancung ya yang pantes…..?
klo benar kenapa harus takut?
Yang penting bertanggungjawab. ya ga sih?
ngendon di daerah, terus kabur ke luar negeri itu gimana caranya yak? naik karpet terbang? 😀 duh, pantesan di “daerah” saya banyak jalan bolong dibiarin 😦
enakan jadi kuli aja dong… bisa ngeblog 😆
eh itu korupsi benwit jugakah?
wow, disini masih banyak pejabat dinas yang begitu pak. namun antara dinas dan rekanan juga sama2 kongkalikong. semoga segera ada pemeriksaan dari atas nih. udah meresahkan banget 😦
..selama mengikuti aturan yang berlaku, dan tidak ada motivasi utk menguntungkan diri sendiri atau golongan, ya gak perlu takutlah..
Selama apa yg kita lakukan benar dan ngga melakukan penyimpangan ga ada yg perlu ditakutin..
Hukuman yg pas buat para koruptor => HUKUMAN MATI!